Translate

Jumat, 15 Juni 2018

LEBARAN TELAH TIBA


Suara Takbir lebaran menggema di mana-mana, di surau, mushola hingga masjid terdekat. Suara takbir lebaran kali ini seolah mengiris-iris hatiku.

Tidak ada bapak lagi pada lebaran kali ini.

Itu yang membuat hatiku sendu pada lebaran tahun ini. Tidak terasa sudah setahun bapak meninggalkan kami. Dan kamu tahu bagaimana rasanya ditinggal bapak?

Hampa. Kosong. Merana.

Sungguh sangat trenyuh kalau mengingat jasa-jasa seorang bapak.  Terbayang bagaimana dia mencari nafkah sekuat tenaga untuk menghidupi anak dan istrinya.  Bagaimana dia mengekang  keinginan pribadinya untuk bersenang-senang, demi mencukupi kebutuhan keluarganya?

Itu sangat berat.

Bapak ... bapak ... bapak akan selalu kuingat jasa-jasamu.
Bapak ... bapak ... bapak akan selalu kukirim doaku untukmu.
Semoga Allah mengampuni semua dosa-dosamu, menerima amal dan ibadahmu, Bapak.

*

Pukul setengah delapan, aku, ibu dan Tata berbaur mengunjungi tetangga-tetangga. Ini semacam tradisi di tempat kami. Jadi usai melaksanakan sholat ied, kami saling bersalam-salaman di jalan gang.

Riuh, guyup dan penuh kekeluargaan.

Sejenak kami melupakan semua dosa, masalah dan kesalahan yang para tetangga  lakukan. Semoga Allah menghapus semua dosa-dosa yang telah kami perbuat. Sebagai manusia (biasa) jelas kami tak luput dari dosa yang kami lakukan baik secara sengaja atau tidak. Itu manusiawi.

Yang jelas, kami semua bergembira pagi ini.

**

Kuperiksa hapeku.

Ada beberapa notifikasi ucapan selalat lebaran. Rata-rata dari teman-teman kantor. Anehnya, dari kantorku sendiri, hanya Pak Mun yang mengirimkan ucapan mohon maaf lahir dan batin.

Dari Pak Sol, Mbak Yun dan Pak Mul  malah tak ada. Okelah, bisa jadi mereka beranggapan tak perlu mengirimkan ucapan lewat WA. Tapi secara etika, hal ini sudah salah besar.

Aku merasa mereka tidak menganggapku sebagai kepala bagian. Mereka mengacuhkan ini semua. Terus, kenapa aku masih menganggap mereka sebagai teman baik? Catat ini.

Mbak Tut  saja yang lebih senior mengirimkan ucapannya terlebih dahulu. Pak san yang pangkatnya lebih tinggi juga mengirimkan ucapan. Jadi apa yang harus aku perhatikan dari anak buah yang kurang ajar seperti ini?

OK, let’s play the game.

Pak Aji juga mengirimkan ucapan mohon maaf Lahir & Batin. Ini sedikit mengagetkan aku. Bagaimana tidak? Beliau adalah mantan bapak buahku yang kulayani selama setahun lebih. Aku melaksanakan apapun yang beliau perintahkan.

Tapi aku kecewa berat saat mendengar dari Bu Tres bahwa beliaulah yang ingin menggantikan posisiku sebagai pengurus. Apa salahku? Apa dosaku di organisasi?

Sepertinya ada ‘intrik’ di organisasi ini.

Ada beberapa teman yang memang suka mencari muka dengan cara menjelek-jelekkan orang lain demi meningkatkan pamornya sendiri untuk mencapai sebuah jabatan.

Dan aku ikhlas menerima ini semua.

Tapi menjalani rasa ikhlas itu memang berat. Saat itu aku panjatkan doa agar orang-orang yang memfitnahku menerima balasan dari Allah. Agar Allah membuka takbir dosa yang telah mereka lakukan.

Dan Ya Allah ... ternyata Allah sudah mendengar doaku itu.

Pak Te dan Pak Aji ketangkap saat sedang berasyik masyuk di sebuah club. Itu jelas sebuah pelanggaran bagi disiplin organisasi. Pak Te bahkan harus ‘dibuang’ ke Sorong Papua sana.

Sementara itu, Pak Wah yang aku yakini sebagai biang kerok dari organisasi ini malah menerima balasan yang lebih kejam. jari-jari anaknya protol kena gir sepeda motor yang sedang dicucinya sendiri.

Karma yang menimpa anaknya jelas lebih menyakitkan daripada kena dia sendiri. Anak adalah harapan masa depannya. kalau anaknya sudah cacat begitu, apa tidak sakit hatinya?

Wallahu alam bissawab.


#LEBARAN
#HARIRAYA
#IEDULFITRI


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar