Translate

Jumat, 01 Juni 2018

DRAMA AGAIN





Lik Yatik menelponku malam ini.

“Cung, kata Lik Kati kamu bayar 500 ribu ke tukang maKam ya? Duit opo maneh iku?” katanya dengan nada sedikit emosional.

“Lho, aku nggak bayar ke tukang makam kog,” kataku menjelaskan.

“Yo wes coba ngomong sama Pak Jum,” katanya kemudian. 

Lik Yatik ini memang telinganya agak budek, jadi kadang susah berkomunikasi lewat hape. Apalagi kalau sinyalnya sedang buruk. Ngomong A bisa diartikan ngomong B. Susah jadinya, kan!

Lalu aku cerita ke Pak Jum, bahwa aku hanya minta penjelasan dari tukang makam biaya pemakaman Pak Ha. Tukang Makam, Pak Adi bilang kalau biaya seluruhnya  sebesar Rp 500.000,00. Bahkan pak adi memberi kwitansi yang menyatakan bahwa telah menerima uang pemakaman sebesar Rp 500.000,00.

Berdasarkan itu, malamnya kuberikan uang sebesar  500 ribu  kepada Pak Jum dengan maksud untuk membayarkan uang itu kepada tetangga yang dihutanginya.  Aku memang berjanji membayar seluruh biaya pemakaman Pak Ha mengingat beliau adalah sebatang kara. Di ujung hidupnya, Pak Ha memang hidup sendiri. Tak ada anak tak ada istri.  Istrinya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sementara itu, anak tirinya tak mau mengurusnya lagi.

Dan Pak Jum mulai berargumentasi bahwa dia mengeluarkan biaya 1 juta untuk pemakaman Pak Ha. Itu dipakai unTuk biaya pemakaman, beli kayu telisik, batu nisan dan pengurusan surat-surat keterangan kematian.

Usut punya usut, ternyata pemakaman Pak Ha diserahkan kepada salah satu warga di situ yang biasa mengurus kematian warga. Bisa dibilang, itu adalah makelar.

Boleh-boleh saja jadi makelar, tapi makelar kematian? Waduh!  Kalau yang dimakelari ini orang kaya, tak menjadi masalah. Tapi ini kan kematian orang miskin. Aku menyalahkan Pak Jum yang ‘sok sugih” dengan menyuruh makelar kematian mengurus pemakaman Pak Ha.  Kalau biaya dari dia, tak masalah. Lha kalau dibebankan  ke aku, jelas aku merasa sangat keberatan.

Kakakku Bams malah bilang kalau alasan dia minta kwitansi ke Tukang Makam, karena sudah curiga dengan perilaku Pak Jum yang curang. Dia curiga, Pak Jum curang saat menjual rumah keluarga besar kami yang ada di Malang. Uang pejualan sebesar 90 juta hanya diserahkan pada keluarga kami sebesar 60 juta rupiah saja.

Baiklah, aku tak mau memperpanjang masalah ini.

Yang jelas, aku tak mau mengeluarkan uang lagi pada Pak Jum. Toh uang-uang duka semua masuk ke Lik Yatik, istrinya.  Seharusnya uang itu digunakan untuk biaya pemakaman Pak Ha.

Life is Drama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar