Translate

Sabtu, 07 Juli 2018

KESOMBONGAN






Sering aku heran dengan perilaku orang-orang yang (sudah) punya anak. Kadang mereka bersikap lebay dengan memerkan kepintaran anaknya. Suka pamer dengan cerita bahwa anaknya rangking  ke inilah ke itulah.

Kuingat ada beberapa teman kantorku yang begitu.

Buat orang lain, sah-sah saja sih berperilaku begitu. Tapi tidak buatku. Bukannya ngiri karena nggak punya anak, tapi soal kepandaian anak, soal kecerdasan seseorang bukanlah hal yang pantas untuk dibanggakan.

Yang kuingat, Mbak Eni dan Mas bambang adalah orang yang suka membanggakan kepintaran anak-anaknya.  Aku hanya mendengarkan saja, sambil turut mengaminkan atas berkah Allah itu.

Tapi hari ini, aku melihat ada kekecewaan di raut wajah mereka saat aku bertanya, anak mereka masuk di kampus mana? Unair, ITS atau Unesa?

“Iya, anakku nggak masuk di kampus negeri?” kata mbak Eni.
“Lho kan anaknya pinter dan ranking satu terus?”

“Lha iku ... salah pilih jurusan, mungkin”

Hmm ... julid tingkat tinggi. Padahal setahuku, anaknya tidaklah pintar-pintar amat. Pintar Ngeyel, iya. Hahaha.  Sekarang, ibunya baru sadar bahwa kepintaran itu tak usahlah dibangga-banggakan. Kepintaran itu hanya perlu dibuktikan.

Salah satu pembuktiannya adalah bisa masuk di kampus negeri. Karena apa? karena saingannya sudah ribuan orang. Jadi  bisa masuk di kampus negeri adalah tolok ukur kepintaran anak.

Mas Bambang juga begitu.  Waktu kutemui, dia cerita bahwa anaknya masuk di kampus swasta dengan harga yang selangit. Hahaha. Kenapa kali ini aku tidak mendengar cerita tentang kepandaian anaknya?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar