Pagi
itu usai kencing di kamar mandi, aku tiba-tiba saja pingsan.
Aku
tersadar saat suara ibu memanggil-manggil namaku. Badanku lemas tak bertenaga.
Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Ibu memanggil tata dan segera
membantuku memapah ke tempat tidur.
Aku
istirahatkan tubuhku sambil mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi
padaku. Aku masih tetap tidak ingat.
Yang kuingat hanya usai kencing itu saja. Setelahnya aku benar-benar tak
sadarkan diri.
Karena
keringat dingin terus mengalir, aku minta agar Tata mengantarku ke rumah sakit
di instansiku. Aku tak mau berobat lagi di rumah sakit terdekat seperti yang
kemarin karena rumah sakit itu sudah
komersial. Jatahku yang kelas 1 dibilang tidak ada, dan aku harus
membayar beberapa ratus ribu rupiah untuk menempati kelas di atasnya.
Fuck
banget kan itu namanya.
Tata
segera pesan grab dan membawaku ke rumah sakit. Kira-kira butuh waktu 1 jam
menuju ke ruang UGD. Segera ditangani dan dinyatakan bahwa gula darahku
mencapai 465.
What
the fuck.
Aku
ingat, dua minggu kemarin aku tidak minum obat gula darahku. Aku juga sembrono minum yang manis-manis. Bahkan
beberapa kali aku minum sirup di acara mantenan anak teman kantor.
Tapi
yang bikin aku sangat drop sebenarnya adalah kemarahanku yang terpendam.
Kemarin aku sangat marah dengan orang-orang (atasan) di kantor yang memintaku
menangani pekerjaan di luar tugasku.
Padahal
itu tugas remeh temeh yang semestinya bisa dilakukan oleh orang-orang kantor
mereka. Lha terus kenapa aku yang ditunjuk?
Tapi pekerjaan itu tetap aku lakukan meski dengan berat hati. Yang bikin dongkol, usai melaksanakan
pekerjaan itu dan sudah kembali ke kantor, aku di suruh ke tempat itu lagi
dengan alasan ada ibu pejabat yang akan melihat acara gladinya.
Goblok
banget kan itu namanya!!!
Dan
aku semakin yakin bahwa rasa marah yang terpendam bisa mengakibatkan gula darah
meningkat tajam. Ya Tuhan …
Setelah
di cek darah dan pemeriksaan lainnya, aku dinyatakan harus rawat inap. Selama dua malam tiga hari aku terbaring
menjalani pengobatan.
Alhamdulillahnya,
pasien di kanan kiriku bukanlah pasien yang resek. Mereka tahu bagaimana
tinggal di rumah sakit yang baik dan benar. Tak ada keributan atau kegaduhan
seperti yang kualami saat ada di rumah sakit beberapa waktu yang lalu.
Di
hari kedua, beberapa teman kantor datang membezukku. Yang memprakarsai jelas
mbak Tut dan kawan-kawan. Kuceritakan
betapa sakitnya saat aku dipasang kateter. Fuck. Bener-bener perlakuan medis
yang sangat menyakitkan.
Kebayangkan,
bagaimana selang yang berukuran besar itu ditanamkan ke dalam urat penisku yang
hanya sak iprit? Sakitnya sudah tak bisa aku ceritakan. Aku tak mau mengingat
lagi peristiwa kesakitan saat proses pemasangan kateter ini.
Hari
ketiga, aku sudah boleh pulang dengan catatan harus kontrol rutin ke poli
penyakit dalam. Aku berjanji akan terus menjaga kesehatan tubuhku sendiri.
kalau bukan aku, siapa lagi yang akan menjaga tubuhku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar