Translate

Rabu, 15 Agustus 2018

SESAL



Dear Diary …

04.15 WIB 

Entah kekuatan apa yang membuat aku  sanggup mandi dengan air dingin hari ini.  Sudah hampir sebulan ini  aku selalu mandi dengan air hangat.  Kuguyur badanku tanpa terkecuali. Kusapukan sabun pada sekujur tubuhku. Berharap semua dosa-dosa ikut rontok bersama luruhnya busa-busa di tubuhku yang seksi.

Haaa … sepertinya aku sedang berhalusinasi berat.

Mana ada sih kulit aki-aki yang seksi? Hmm … aku sepertinya harus sadar diri. Kulitku tentu saja tidak sebagus, sekencang dan sekenyal kulit  pemuda-pemuda berumur  20 tahunan seperti yang terpampang di media-media sosial itu.

Astaghfirullah hal adzim …

04.20.

Aku  tiba di masjid dekat rumah.  Sudah ada sekitar 50 atau 60 orang di dalam masjid. Masya Allah. Begitu banyak orang yang antusias beribadah. Kuamati, rata-rata sudah 60 tahun ke atas. Para lelaki seusia bapakku.

Beberapa diantaranya aku kenal sebagai mantan Komandanku yang dulu terkenal sebagai lelaki yang tampan, kharismatik, tegas dan berwibawa. Sekarang aku hanya melihatnya sebagai lelaki tua yang lemah, lelah dan pasrah.  Tak ada lagi gurat-gurat semangat di raut wajahnya. Mungkin saja dia berharap segera dipanggil oleh Allah SWT.  Namun apa daya kematian yang indah belum juga bersedia menjemputnya.

Di sudut kanan masjid, kulihat lelaki tua yang duduk di kursi. Dua kakinya tertekuk. Kaku. Mungkin dia pernah kena stroke.  Sepertinya dia memang sudah tak bisa berdiri ataupun  bersujud saat melakukan sholat. Namun aku salut dengan tekadnya untuk tetap beribadah di masjid. Itu tentu sebuah usaha yang teramat keras.

Iqamat dikumandangkan.

Aku segera berdiri dan melakukan ibadah Subuh.   Shaf-shaf sudah dirapatkan.  Tapi aku tak sanggup membaca doa-doa.  Bahkan satu suratpun tidak bisa aku lafalkan.  Pikiranku buntu.  Aku sadar ini bukan shalat yang sebenarnya, karena saat shalat seharusnya kita hanya berpikir tentang Allah. Harusnya hanya ada aku dan Allah.

Jadi, aku hanya bisa menangis.

Aku menangis dan terus menangis tanpa suara.  Berharap air mataku yang jatuh menjadi bukti penyesalan  atas segala kesalahan dan dosa-dosa yang telah kulakukan.  Astaghfirullah. Hamba-MU ini sungguh penuh dengan dosa.

Tuhan, ternyata aku hanya bisa menangis.
Berharap tangisku Engkau dengar.
Berharap tangisku sanggup mengantarkanku ke Surga.
Sungguh Nista.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar